Oke langsung saja yah.
Kejadian ini terjadi ketika dalam beberapa minggu lagi mau Ujian Catur Wulan (belom pake semester dulu) pada tahun 1998, weks sudah 12 tahun bok. Saya ingat waktu itu adalah hari Jumat sekitar jam 3-an sore aku dan kawan-kawan ke lapangan sepak bola di kampung saya yang jaraknya sekitar 3 Km dari rumah. Untuk menuju ke sana diperlukan waktu kurang lebih 20 menit dengan bersepeda. Rencananya sih mau main bola tapi kami tidak membawa bola karena biasanya kalau sore di lapangan tersebut ada banyak anak-anak yang latihan bola.
Karena tidak jadi maen bola kami pun akhirnya bermain sepeda saja muter-muter lapangan. Eh ternyata beberapa temenku memainkan sepeda dengan cara yang unik. Satu orang mengayuh sepeda dengan cepat lalu melompat. Dan yang lainnya menunggu di untuk menerima sepeda yang dilepas tersebut. Bisa kebayang ga, gimana ilustrasinya? semoga bisa yah.
Nah, awalnya aku tidak tertarik dengan permainan tersebut dan sibuk berbincang sama lainnya di tepian lapangan. Tetapi karena melihat temanku yang bermain sepeda kesulitan menangkap sepeda yang dilepas akhirnya akupun bergegas untuk turun tangan.
"Oneng banget sih gitu aja ga bisa", gumamku dalam hati.
Dan temankupun mengayuk dengan kencangnya lalu melompat. Aku segera menyingkirkan temanku yang kesulitan menerima sepeda itu dan mencoba meraih sepeda yang dilepas. Tap, mantap dapat sepedanya. Tapi apa yang terjadi sepeda dengan cepatnya oleng ke segala penjuru dan akupun terbawa. Gubrak!!! sepeda itu jatuh dan akupun ikut terjatuh. Posisi tangan kiriku menyangga badan. Karena dengan kecepatan tinggi 200km/jam wkwkwkwk lebay, akhirnya terpelanting. Ga ada rasa sakit ketika itu. Hanya saja terjadi keanehan dengan tanganku. Weks, tanganku bengkok dr arah siku ke pergelangan tangan mirip dengan bengkoknya celurit. aku coba menenangkan diri, "Ini cuma terkilir". Tapi kata teman-temanku itu patah. Weks, patah? Teman-temanku langsung mengajak pulang. Duh kondisi seperti ini pulangnya juga susah. Naik sepeda juga kudu berdiri mengangkangi roda karena sepeda yang ada tidak ada tempat untuk membonceng. Sambil meringis-ringis aku terpaksa melakukan itu.
Sesampai di rumah orang tuaku langsung memanggilkan tukang pijat, Pak Mani namanya. Tapi beliau sedang tidak ada di rumah. Walhasil setelah 1 jam berbaring menunggu Pak Mani baru datang dengan peralatannya berupa kayu dan kain pembalut.
"Iki mletos (bengkok) yen pengen dibenerke kudu ditugel(dipahin) sisan (sekalian)"
"Simboooook ini aja udah sakit pa lagi dipatahin sekalian" aku cuma meringis-ringis tapi enggak nangis loh.
"Mpraakkk" sekalian dipatahin biar bisa diluruskan.
Selanjutnya diberi kayu bambu yang sudah dibentuk dan dililit dengan kain.
"Wes, ngunu tok"
Dan Malamnya baru terasa tulang ini sakitnya minta ampun. Mandi juga terpaksa dimandiin, malu bener ya.
Beberapa hari setelah itu aku masuk sekolah dengan gaya ala koboy yang menggendong tangan dengan selendang di dada. Guru dan teman-teman lain pada ngeliatin koboy jadi-jadian di sekolah, duh malunya.
***
- Perawatan yang dilakukan, murni cara tradisional dengan biaya yang relatif murah. hanya sekali datang 2 hari sekali ngasih sama tukang pijatnya 15rb untuk perawatan rutin.
- Sembuh setelah beberapa bulan tapi tidak bisa digunakan untuk hal-hal berat seperti ngangkat air di ember atau buat pus-up.
- Karena kejadian ini jadi banyak yang iba ternyata, weks.
- Tidak bisa nonton acara konser Nasida Ria di kampung
- Mulai seneng nulis-nulis karena ga bisa maen keluar (awalnya nulis tentang kompetisi fiksi bola di kampung) terus sok-sok nulis puisi, hahaha.
Sekian dan terima kasih
0 komentar:
Posting Komentar